Tulisan saya ini dimuat oleh Majalah Syirah, No.31/IV/JUNI/2004
Sebuah buku yang mengulas hubungan antara praktik penindasan yang tidak menghargai dimensi kemanusiaan dengan model pendidikan Islam dan model pendidikan alternatif ala Romo Mangun.
Sampai saat ini pendidikan dan isu kemanusiaan menjadi agenda besar yang sudah mewacana di Indonesia. Persoalan biaya pendidikan yang tinggi dan sistem kurikulum yang timpang mau tidak mau menyita perhatian karena disadari atau tidak hal-hal tersebut menentukan seperti apa generasi yang akan datang. Apakah ketimpangan-ketimpangan ini akan terus diberi ruang untuk ambil bagian dalam mencetak generasi yang akan menentukan nasib bangsa?
Singgih Nugroho dalam buku Pendidikan Pemerdekaan & Islam memperlihatkan persoalan pendidikan di Indonesia, khususnya yang terkait erat dengan isu kemanusiaan. Dalam konteks ini, Singgih menegaskan adanya hubungan yang erat antara praktik penindasan yang tidak menghargai dimensi kemanusiaan dengan model pendidikan Islam dan pendidikan alternatif yang digagas oleh YB.Mangunwijaya. Sebagai model pendidikan, keduanya sarat dengan sentuhan humanitas serta mendorong pembebasan manusia.
Singgih Nugroho memulai pembahasan buku ini dengan mengulas hubungan Islam dengan diskursus pendidikan sebagai praktik pembebasan. Hal ini didasarkan pada referensi sejarah yang dikemukakan Asghar Ali Engineer dalam Islam dan Teologi Pembebasan, dengan menyatakan bahwa sejarah kehadiran Islam pertama kali ke dunia dideklarasikan melalui wahyu. Pertama, yakni surat al-Alaq ayat satu sampai lima. Makna yang terkandung dalam wahyu pertama itu menganjurkan kepada umat Islam agar perhatian terhadap dunia pendidikan dijadikan sebagai pijakan dasar kesadaran kritis. Mengingat posisi pendidikan yang terbilang strategis, banyak pihak yang terusik eksistensinya sehingga merasa perlu melakukan kontrol terhadap pendidikan.
Dengan demikian, tidak mengherankan jika di negara berkembang yang kadar demokratisasinya masih rendah dan peran negara masih sangat dominant, pemerintah yang berkuasa berkepentingan untuk mengatur proses politik kekuasaan agar sesuai dengan keinginan dan mendukung kekuasaannya. Ditambah lagi persoalan anggaran pendidikan yang tidak proporsional berakibat pada tingginya biaya pendidikan.
Realitas pendidikan di Indonesia dengan segala permasalahannya mendorong Singgih Nugroho untuk mengemukakan pemikiran YB.Mangunwijaya mengenai pendidikan. YB.Mangunwijaya atau lebih dikenal dengan sebutan Romo Mangun berkeyakinan bahwa pendidikan adalah kunci untuk mewujudkan sosok dan manusia Indonesia yang merdeka dalam pengertian yang sesungguhnya, yakni terbebas dari penindasan oleh sesama (exploitation de`l home par `l home) mauun oleh struktur negara. Romo Mangun dikenal sebagai juru bicara untuk membela kepentingan pendidikan bagi rakyat kecil dan kaum miskin serta mengajarkan jenis pendidikan yang berpola pendidikan politik, suatu pendidikan yang membuat orang merdeka dalam kehendak dan cita-citanya.
Konsep pendidikan ala Romo Mangun dibangun melalui refleksi yang kritis atas situasi politik yang terjadi di Indonesia. Di samping itu, banyak gagasannya yang dipengaruhi oleh pemikir-pemikir pendidikan alternatif dan tokoh-tokoh penyadaran seperti Paulo Freire, Ivan Illich, Jean Pieguet, Phillips H. Coombs dan tiga Founding Fathers Republik Indonesia yakni Soekarano Muda, Hatta dan Syahrir. Sehingga secara umum pemikiran pendidikan Romo Mangun seperti dikemukakan Singgih Nugroho dalam buku Pendidikan Pemerdekaan & Islam merupakan model pendidikan alternatif yang sarat dengan ide-ide pembebasan, pemerdekaan dan perlawanan terhadap budaya dan struktur yang menindas.
Komitmen Romo Mangun terhadap pendidikan tidak hanya berhenti di tingkat gagasan tetapi sudah pada tingkat praksis yakni dengan mendirikan Sekolah Dasar Eksperimental Kanisius Mangunan (SDEKM), sebagai sekolah dasar percontohan yang dikelolanya bersama Yayasan Edukasi Dasar di Mangunan, Kalasan, Yogyakarta. Pendirian SDEKM merupakan wujud pengimplementasian model pendidikan yang diangankan Romo Mangun, yakni mendidik manusia merdeka dengan cara memberikan ruang kebebasan bagi murid dan guru untuk mengembangkan kreativitasnya. Pendirian lembaga pendidikan itu tidak lepas dari diagnosis dan kesimpulan Romo Mangun bahwa usaha tersebut harus dimulai dari pendidikan dasar. Menurutnya, pendidikan dasar memegang peranan strategis untuk menebar benih-benih pertama jiwa yang tidak berpola ndoro-kawulo, tetapi solider modern dengan penghayatan yang peka akan kesatuan manusia dan alam semesta.
Di samping itu, catatan penting yang dikemukakan oleh Singgih Nugroho adalah komitmen Romo Mangun terhadap kaum lemah, miskin dan anti diskriminasi dengan SDEKM yang murid-muridnya hampir semua dari kalangan keluarga ekonomi lemah beserta segala budaya dan kebiasaan mereka baik negatif maupun positif serta agama yang beragam pula. Sebagai akhir dari tulisannya, Singgih Nugroho menyatakan bahwa dalam perspektif religiusitas, sesungguhnya ada relasi yang harmonis antara paradigma pendidikan YB Mangunwijaya sebagai penganut Katolik dengan pendidikan Islam. Menurutnya, substansi ide dan paradigma pendidikan Islam dengan doktrin tauhid yang menjadi ideologi pendidikan Islam adalah keesaan, persamaan, persaudaraan, keadilan dan demokrasi. Karena dengan nilai-nilai ketauhidan, manusia dituntut mampu menciptakan tata hidup bermoral, bebas dari segala penindasan dan eksploitasi nilai kemanusiaan orang lain.
Sebuah buku yang mengulas hubungan antara praktik penindasan yang tidak menghargai dimensi kemanusiaan dengan model pendidikan Islam dan model pendidikan alternatif ala Romo Mangun.
Sampai saat ini pendidikan dan isu kemanusiaan menjadi agenda besar yang sudah mewacana di Indonesia. Persoalan biaya pendidikan yang tinggi dan sistem kurikulum yang timpang mau tidak mau menyita perhatian karena disadari atau tidak hal-hal tersebut menentukan seperti apa generasi yang akan datang. Apakah ketimpangan-ketimpangan ini akan terus diberi ruang untuk ambil bagian dalam mencetak generasi yang akan menentukan nasib bangsa?
Singgih Nugroho dalam buku Pendidikan Pemerdekaan & Islam memperlihatkan persoalan pendidikan di Indonesia, khususnya yang terkait erat dengan isu kemanusiaan. Dalam konteks ini, Singgih menegaskan adanya hubungan yang erat antara praktik penindasan yang tidak menghargai dimensi kemanusiaan dengan model pendidikan Islam dan pendidikan alternatif yang digagas oleh YB.Mangunwijaya. Sebagai model pendidikan, keduanya sarat dengan sentuhan humanitas serta mendorong pembebasan manusia.
Singgih Nugroho memulai pembahasan buku ini dengan mengulas hubungan Islam dengan diskursus pendidikan sebagai praktik pembebasan. Hal ini didasarkan pada referensi sejarah yang dikemukakan Asghar Ali Engineer dalam Islam dan Teologi Pembebasan, dengan menyatakan bahwa sejarah kehadiran Islam pertama kali ke dunia dideklarasikan melalui wahyu. Pertama, yakni surat al-Alaq ayat satu sampai lima. Makna yang terkandung dalam wahyu pertama itu menganjurkan kepada umat Islam agar perhatian terhadap dunia pendidikan dijadikan sebagai pijakan dasar kesadaran kritis. Mengingat posisi pendidikan yang terbilang strategis, banyak pihak yang terusik eksistensinya sehingga merasa perlu melakukan kontrol terhadap pendidikan.
Dengan demikian, tidak mengherankan jika di negara berkembang yang kadar demokratisasinya masih rendah dan peran negara masih sangat dominant, pemerintah yang berkuasa berkepentingan untuk mengatur proses politik kekuasaan agar sesuai dengan keinginan dan mendukung kekuasaannya. Ditambah lagi persoalan anggaran pendidikan yang tidak proporsional berakibat pada tingginya biaya pendidikan.
Realitas pendidikan di Indonesia dengan segala permasalahannya mendorong Singgih Nugroho untuk mengemukakan pemikiran YB.Mangunwijaya mengenai pendidikan. YB.Mangunwijaya atau lebih dikenal dengan sebutan Romo Mangun berkeyakinan bahwa pendidikan adalah kunci untuk mewujudkan sosok dan manusia Indonesia yang merdeka dalam pengertian yang sesungguhnya, yakni terbebas dari penindasan oleh sesama (exploitation de`l home par `l home) mauun oleh struktur negara. Romo Mangun dikenal sebagai juru bicara untuk membela kepentingan pendidikan bagi rakyat kecil dan kaum miskin serta mengajarkan jenis pendidikan yang berpola pendidikan politik, suatu pendidikan yang membuat orang merdeka dalam kehendak dan cita-citanya.
Konsep pendidikan ala Romo Mangun dibangun melalui refleksi yang kritis atas situasi politik yang terjadi di Indonesia. Di samping itu, banyak gagasannya yang dipengaruhi oleh pemikir-pemikir pendidikan alternatif dan tokoh-tokoh penyadaran seperti Paulo Freire, Ivan Illich, Jean Pieguet, Phillips H. Coombs dan tiga Founding Fathers Republik Indonesia yakni Soekarano Muda, Hatta dan Syahrir. Sehingga secara umum pemikiran pendidikan Romo Mangun seperti dikemukakan Singgih Nugroho dalam buku Pendidikan Pemerdekaan & Islam merupakan model pendidikan alternatif yang sarat dengan ide-ide pembebasan, pemerdekaan dan perlawanan terhadap budaya dan struktur yang menindas.
Komitmen Romo Mangun terhadap pendidikan tidak hanya berhenti di tingkat gagasan tetapi sudah pada tingkat praksis yakni dengan mendirikan Sekolah Dasar Eksperimental Kanisius Mangunan (SDEKM), sebagai sekolah dasar percontohan yang dikelolanya bersama Yayasan Edukasi Dasar di Mangunan, Kalasan, Yogyakarta. Pendirian SDEKM merupakan wujud pengimplementasian model pendidikan yang diangankan Romo Mangun, yakni mendidik manusia merdeka dengan cara memberikan ruang kebebasan bagi murid dan guru untuk mengembangkan kreativitasnya. Pendirian lembaga pendidikan itu tidak lepas dari diagnosis dan kesimpulan Romo Mangun bahwa usaha tersebut harus dimulai dari pendidikan dasar. Menurutnya, pendidikan dasar memegang peranan strategis untuk menebar benih-benih pertama jiwa yang tidak berpola ndoro-kawulo, tetapi solider modern dengan penghayatan yang peka akan kesatuan manusia dan alam semesta.
Di samping itu, catatan penting yang dikemukakan oleh Singgih Nugroho adalah komitmen Romo Mangun terhadap kaum lemah, miskin dan anti diskriminasi dengan SDEKM yang murid-muridnya hampir semua dari kalangan keluarga ekonomi lemah beserta segala budaya dan kebiasaan mereka baik negatif maupun positif serta agama yang beragam pula. Sebagai akhir dari tulisannya, Singgih Nugroho menyatakan bahwa dalam perspektif religiusitas, sesungguhnya ada relasi yang harmonis antara paradigma pendidikan YB Mangunwijaya sebagai penganut Katolik dengan pendidikan Islam. Menurutnya, substansi ide dan paradigma pendidikan Islam dengan doktrin tauhid yang menjadi ideologi pendidikan Islam adalah keesaan, persamaan, persaudaraan, keadilan dan demokrasi. Karena dengan nilai-nilai ketauhidan, manusia dituntut mampu menciptakan tata hidup bermoral, bebas dari segala penindasan dan eksploitasi nilai kemanusiaan orang lain.
No comments:
Post a Comment